RT.02 RW. 23 PERUM UNS V PALUR MEMPERINGATI HARI KARTINI. SABTU, 21 APRIL 2012

Rabu, 19 Agustus 2009

Kesehatan: Cegah DB, dari "Fogging" sampai Kelambu

Setiap kali pergantian musim tiba fenomena penyakit demam berdarah dengue atau DBD menjadi ancaman bagi penduduk yang tinggal di daerah tropis, seperti di Indonesia. Pada saat-saat inilah kejadian luar biasa DBD sering terdengar di beberapa wilayah. Kondisi lingkungan sekitar yang buruk menjadi sumber penyebaran penyakit yang ditularkan nyamuk Aedes aegypti ini.

Upaya warga RT.02 / 23 Perum UNS V Palur, Kerja bakti membersihkan lingkungan, Untuk menghindari terjangkitnya demam berdarah.


Hingga kini Indonesia memang masih dilingkupi masalah buruknya sanitasi. Mayoritas masyarakat negeri ini belum terlalu akrab dengan penjagaan kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka. Kenyataan masih banyak penduduk yang tidak menerapkan sistem mandi, cuci, kakus (MCK) dengan tepat adalah salah satu contohnya. Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2005, sekitar 31 persen rumah tangga memiliki sumber air minum berjarak kurang dari 10 meter dari tempat penampungan akhir kotoran, tidak sesuai dengan jarak ideal yang di atas 10 meter.

Nyamuk Aedes merupakan jenis nyamuk yang pada awalnya menyukai genangan air bersih sebagai tempat berkembang biaknya. Namun, penelitian terakhir dari IPB menyebutkan adanya perubahan perilaku nyamuk pembawa virus DB. Nyamuk Aedes kini juga menyasar genangan air kotor untuk mengeluarkan telur-telurnya. Hal itu dibuktikan dari penemuan jentik-jentik nyamuk Aedes di air yang mengandung kotoran.

Dengan demikian, rumah bersanitasi buruk dan memiliki penampungan air yang tak terjaga merupakan sasaran empuk penyebaran virus DB oleh nyamuk Aedes aegypti. Untuk itu, pencegahan dari hulu sampai hilir dilakukan untuk menghindari penyakit mewabah. Tindakan preventif di hulu ditujukan agar nyamuk tidak leluasa berkembang biak. Pencegahan di hilir dilakukan secara frontal dengan menghilangkan langsung media pembawa penyakit, yaitu membunuh nyamuk Aedes aegypti.

Hingga tahun 2005 DKI Jakarta menjadi provinsi yang memiliki rasio paling tinggi penderita penyakit DBD. Penduduk Jakarta pada tahun tersebut sekitar 8,8 juta jiwa, sedangkan jumlah penderita DBD mencapai 23.000 orang. Kira-kira dalam 378 penduduk Jakarta terdapat satu orang penderita DBD. Selain masalah kepadatan penduduk yang mencapai 12.000 jiwa per kilometer persegi, kebiasaan masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan juga kurang. Hal itu menyebabkan virus DB sangat mudah menular di Jakarta.

Kebersihan dan kelancaran air dalam selokan menjadi prioritas kerja bakti warga, selain tempat tempat yg kerap menjadi sarang nyamuk.


Obat nyamuk

Ada beberapa hal yang dilakukan masyarakat bersama-sama dalam memberantas nyamuk Aedes aegypti, semisal program 3M pada hari Jumat, pengasapan (fogging), dan pemeriksaan jentik oleh juru pemeriksa jentik. Selain itu, pencegahan secara pribadi tetap dilakukan dengan menggunakan alat atau obat yang mampu mencegah nyamuk menggigit. Metode pencegahan nyamuk secara personal yang masih diminati adalah yang memiliki kemampuan langsung dalam membunuh nyamuk. Obat nyamuk semprot menjadi pilihan banyak orang.

Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas terhadap 855 responden beberapa waktu lalu, hanya 30 persen mengaku dirinya atau salah satu anggota keluarganya pernah terkena penyakit DBD. Meski mayoritas belum pernah terpapar virus DB yang dibawa nyamuk Aedes, tindakan preventif untuk mencegah kemungkinan gigitan nyamuk tetap dilakukan responden.

Untuk mengusir nyamuk, 61 persen responden menyatakan menggunakan obat nyamuk semprot. Menyinggung pilihan terhadap obat nyamuk bakar, ternyata tak sampai seperempat dari mereka yang masih menggunakannya. Walaupun sama-sama mampu membunuh nyamuk, obat nyamuk bakar kurang disukai karena baunya yang tajam dan mengotori rumah. Pilihan terhadap alat yang lebih praktis, yaitu obat nyamuk elektrik juga kurang diminati publik. Hanya sepertiga responden mengaku menggunakan obat nyamuk yang menawarkan kepraktisan, tetapi harganya lebih mahal itu.

Pencegahan alami

Belum lama berselang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganjurkan rakyatnya agar selalu tidur dengan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk. Selain hemat biaya, kelambu adalah metode pencegah nyamuk alami yang tidak berbahaya. Namun, kembali ke kebiasaan masyarakat pada masa lalu tersebut tampaknya sulit dilakukan sekarang. Ketidakpraktisan adalah alasannya.

Keengganan memilih kelambu sebagai salah satu metode menghindari gigitan nyamuk juga dikatakan mayoritas responden. Terhadap pilihan penggunaan kelambu, 87 persen responden mengaku tidak menggunakannya. Selain rumit dalam pemakaian, tempat tidur berkelambu merupakan barang langka di pasaran.

Sumber pencegahan alami gigitan nyamuk adalah tanaman antinyamuk. Beberapa jenis di antaranya adalah lavender, zodia, dan rosemary. Bau getah yang keluar dari tanaman-tanaman itu diyakini membuat nyamuk menghindar. Apabila tanaman tersebut diletakkan di suatu ruangan, lokasi tersebut akan bebas dari nyamuk. Namun, metode ini tidak terlalu banyak disukai responden. Terbukti, pilihan menggunakan tanaman antinyamuk hanya dikatakan sekitar 20 persen responden. Efek memberantas nyamuk dengan cepat oleh bahan kimia rupanya lebih disukai publik ketimbang hanya mengusirnya dengan menggunakan kelambu atau tanaman.

Apa pun metodenya, gigitan nyamuk harus dihindari. Selain Aedes aegypti pembawa virus DB masih banyak jenis nyamuk yang mampu membawa virus penyakit lainnya. Malaria, chikungunya, dan filariasis merupakan jenis-jenis penyakit yang memanfaatkan nyamuk sebagai media pengantar virus ke obyek penularan. Bukankah peribahasa mengatakan: mencegah lebih baik daripada mengobati. (PALUPI PANCA ASTUTI Litbang Kompas)

Sumber: Kompas Cetak, cetak.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar